Dunia humor itu seperti fashion, trennya datang dan pergi silih berganti.
Anak jaman now atau Gen Z mungkin lebih akrab dengan lawakan receh dari video TikTok,
meme absurd di Twitter, atau roasting pedas dari para stand-up comedian.
Lalu, apakah cerita lucu jadul dari era orang tua mereka masih relevan?
Jawabannya: tentu saja! Ternyata, ada beberapa jenis humor lawas yang tak lekang oleh waktu.
Humor-humor ini punya kekuatan magis untuk menjembatani jurang generasi.
Siap-siap bernostalgia dan tertawa bersama, inilah 3 cerita lucu jadul
yang dijamin masih bisa bikin anak jaman now ngakak sampai sakit perut.
1. Tebak-tebakan ‘Receh’ Bapak-Bapak yang Absurdnya Abadi
Sebelum ada istilah ‘jokes receh’, dunia sudah lebih dulu mengenal ‘jokes bapak-bapak’.
Ini adalah mahakarya humor yang sering dilontarkan para ayah di sela-sela obrolan keluarga.
Ciri khasnya? Mengandalkan plesetan kata (puns) yang kadang maksa,
namun justru di situlah letak kelucuannya yang abadi dan bikin ngakak.
Bayangkan suasana hening saat makan malam, tiba-tiba ayah nyeletuk,
“Eh, tau gak jamu apa yang merugikan kesehatan?” Setelah semua menyerah, beliau menjawab,
“JAMURAN!” Seketika suasana jadi canggung tapi diiringi tawa terpaksa yang lama-lama jadi tulus.
Humor ini tidak butuh konteks rumit, hanya permainan kata yang sederhana.
Beberapa contoh legendaris lainnya yang pasti masih sering Anda dengar:
– Hewan apa yang paling kaya? Jawab: Ber-uang.
– Kota di Indonesia yang isinya bapak-bapak semua? Jawab: Purwo-daddy.
– Kenapa air mata warnanya bening? Jawab: Kalau ijo namanya air matcha.
Kenapa ini masih lucu bagi Gen Z? Karena level ‘cringe’ atau kegaringannya sudah mencapai puncak.
Sama seperti mereka menikmati konten ‘shitposting’ yang absurd, jokes bapak-bapak
menawarkan keabsurdan yang sama. Sesuatu yang begitu garing hingga menjadi lucu kembali,
sebuah siklus humor yang sepertinya akan terus berulang di setiap generasi.
2. Kisah Polos Pra-Medsos: Drama Salah Kirim SMS Sampai Cinta Monyet di MIRC
Anak jaman now mungkin tidak bisa membayangkan hidup tanpa WhatsApp atau Instagram DM.
Di mana pesan terkirim instan, lengkap dengan centang biru penanda sudah dibaca.
Dulu, di era Nokia 3310 dan Sony Ericsson, dunia komunikasi penuh dengan drama,
dan cerita-cerita dari zaman ini adalah komedi situasi yang tak ternilai harganya.
Salah satu cerita klasik adalah tragedi salah kirim SMS.
Bayangkan Anda seorang remaja tanggung, memberanikan diri mengirim SMS puitis ke gebetan.
“Malam ini bintangnya indah ya, seindah senyummu..” Lalu menekan ‘Kirim’ dengan hati berdebar.
Beberapa menit kemudian, balasan masuk bukan dari sang pujaan hati, melainkan dari Ayah: “PULANG!”
Kepanikan akibat salah kirim SMS ke nomor Ayah atau Ibu adalah horor komedi tiada tara.
Belum lagi perjuangan mengetik dengan T9 (Text on 9 keys) dan menghemat karakter
karena biaya SMS yang dihitung per 160 karakter. Lahirlah bahasa singkat legendaris
seperti ‘aq, km, yg, lg ngpn?’ yang menjadi cikal bakal bahasa alay di kemudian hari.
Selain SMS, ada juga platform chat legendaris seperti MIRC atau Yahoo! Messenger.
Di sinilah ajang pencarian jodoh atau teman baru dimulai dengan sapaan ikonik: “ASL PLS?”
(Age, Sex, Location, Please?). Sebuah interaksi canggung yang jika diceritakan hari ini,
pasti akan mengundang tawa geli dari Gen Z yang terbiasa ‘stalking’ profil Instagram dulu.
3. Aib Digital Pertama: Galeri Foto ‘Alay’ yang Bikin Malu Sekaligus Kangen
Inilah puncak dari semua kelucuan jadul yang paling visual dan mudah dibagikan.
Jauh sebelum era ‘aesthetic’ ala Instagram dengan filter sinematik dari iPhone 15 Pro,
ada sebuah masa keemasan yang disebut era ‘alay’ atau ‘jamet’ di platform seperti Friendster,
MySpace, dan awal kemunculan Facebook.
Cerita ini terungkap saat Anda membuka album foto lama di hard disk eksternal.
Tiba-tiba muncul foto diri Anda di tahun 2008. Rambut emo dengan poni menutupi separuh wajah,
celana pensil super ketat warna merah, dan kaos band yang kemungkinan besar KW Tanah Abang.
Pose andalannya? Angle dari atas dengan kemiringan 45 derajat untuk efek tirus maksimal.
Tak berhenti di situ, proses editing adalah kunci dari mahakarya ini.
Menggunakan aplikasi legendaris seperti Camera360 atau PicSay di ponsel Symbian,
foto diedit hingga kontrasnya ‘terlalu terang’ sampai detail hidung pun hilang.
Kemudian ditambahkan bingkai (frame) bunga-bunga norak dan tulisan dengan font Choco Cooky
yang berbunyi: “aQ TanPa MuWh BaGaIkan AmbUlanCe TanPa WiUh WiUh WiUh”.
Menunjukkan foto-foto ini kepada anak atau adik Anda yang Gen Z adalah sebuah jaminan tawa.
Mereka akan tertawa melihat betapa berbedanya standar ‘keren’ zaman dulu dan sekarang.
Bagi Anda, itu adalah aib digital yang memalukan, namun di sisi lain,
itu adalah pengingat manis tentang sebuah fase pencarian jati diri yang polos dan lucu.
Pada akhirnya, ketiga cerita lucu jadul ini membuktikan satu hal penting.
Entah itu lewat plesetan kata, drama teknologi lawas, atau aib fashion masa lalu,
tawa adalah bahasa universal yang mampu melintasi batas generasi.
Humor mungkin berubah bentuk, tetapi esensi dari menertawakan kekonyolan bersama
tidak akan pernah pudar. Jadi, jangan ragu untuk berbagi cerita lucu jadul Anda!